assalamu'alaikum wr. wb

welcome to my world
dunia tulisku
di sini kalian akan menemukan beberapa karya tulisku baik itu puisi, cerpen, esai dan lain- lain...
selamat menyusuri tulisan demi tulisan di sini
semoga kalian menikmati

Minggu, 19 Juni 2011

Dialog tiga malaikat

Malam merangkak perlahan, dalam hening dan senyap. Angin bertiup lembut, menggerakkan dedaunan. Nafas berhembus, mengiringi nyanyian lelap tidur manusia. Jalanan sepi dalam temaram cahaya bintang dan lampu, di hampir setiap teras sebuah bangunan.
Izrail terbang menyusuri sunyi malam, demi menjalankan sebuah tugas. Tugas yang sudah di pikulnya sejak dia diciptakan, hingga kehidupan dunia ini sirna. Dia dijelmakan tuhan dari cahaya untuk mengemban sebuah tugas yang sama selama hidupnya. Yaitu mengambil ruh dari raga manusia untuk dikembalikan pada sang pencipta.
Malam ini izrail akan menjalani tugas di sebuah rumah sederhana di ujung jalan sebuah perkampungan. Penghuninya seorang pemuda berusia kisaran tigapuluh tahunan bernama Firman.
Tak berselang lama, izrail sampai tujuan. Ada sinar lampu dari ruang tengah rumah tersebut, menembus gorden dan jatuh di pelataran. Sayup terdengar lantunan ayat- ayat suci diiringi sesenggukan isak tangis. Rupanya si penghuni rumah sedang terjaga, di atas sajadahnya.
Izrail masuk. Tampak di hadapannya firman hanyut dalam baris ayat demi ayat yang terkandung dalam al-qur’an hijaunya. Matanya basah oleh bulir- bulir lembut airmata. Sesekali bahunya bergetar, kadang pelan kadang hebat.
Sejenak kemudian, firman sudah larut dalam sujud sholatnya. Cukup lama dan masih menyisakan tangis yang membakur rasa hatinya. Di pundak kanannya terlihat raqib membawa lembaran- lembaran catatan. Senyum lebar menghias bibirnya. Sedang di pundak kiri tampak ‘atid juga tersenyum tak kalah lebarnya.
“ kenapa tangisnya begitu menyayat hati?”, tanya izrail pada raqib dan ‘atid.
“ dia sedang me;lampiaskan kerinduannya pada tuhan kita”, jawab raqib.
“ sudah lama sekali dia tak pernah sudi menjumpai tuhan”, kata ‘atid menambahi.
“ begitukah?, kenapa dia sampai tak sudi menjumpai tuhannya yang sudah memberikan begitu banyak kenikmatan padanya?, bukankah dia firman si kaya di kampung ini?”, tanya izrail kembali seraya mengernyitkan dahi pertanda heran.
“ betul dia adalah firman si kaya. Harta telah melenakannya sehingga melupakan tuhannya”, jawab ‘atid.
‘atid mulai membuka lembaran- lembaran catatannya. Tepat di catatan bertuliskan firman, ‘atid menghentikannya.
“ lihatlah! Begitu panjang daftar catatan amal buruknya” kata ‘atid sembari memperlihatkan lembaran tersebut pada izrail.
“ mengerikan sekali tipu daya syetan kepadanya”, kata izrail.
“ harta menjerumuskannya pada lingkaran narkoba, permainan perempuan bahkan pembunuhan”, kata ‘atid.
“ hampir tiga tahun berlalu, aku mengiringi tanpa mencatatkan apapun, di lembar catatan amal baiknya”, raqib menimpali.
“ betul, selama itu aku yang terus menerus menuliskan catatan- catatan amal buruknya di lembar- lembar yang kubawa”, kata ‘atid
“ hari- harinya dilalui hanya dengan berkubang dari heroin, morfin dan kokain. Malam- malamnya berlalu dari satu pelukan permpuan ke pelukan perempuan lain. Jika di antara perempuan tersebut ada yang rewel minta dikawini karena hamil, maka bisa dipastikan esok harinya akan meregang nyawa dibunuhnya”, kata ‘atid lagi panjang lebar.
Firman terus larut dalam do’a panjang dia atas sajadahnya. Tangisnya begitu menyentuh, menyimpan kerinduan yang seolah tiada berbatas. Matanya sembab mendekati bengkak. Bibirnya merapal lantunan menyebut nama tuhannya.
“ malam ini aku datang untuk menjemputnya menghadap tuhan kita” kata izrail
“ purna sudah tugas kita mengiringinya”, kata raqib dan ‘atid bersamaan.
“ di akhir waktunya, rahmat tuhan menuntunnya kembali ke jalan yang lurus”, kata raqib.
“ dia bertobat. Hari- harinya kini hanya dilalui dengan menyebut nama asma-Nya dan memohon ampun atas segala dosa- dosanya di masa lalu”, kata raqib lagi.
“ aku hanya mengiringi dan tanpa menulis amalan buruk lagi untuknya, sebagaimana dulu raqib mengiringinya dan tanpa menulis”, kata ‘atid.
Malam beranjak semakin larut. Desau angin semakin merdu meninabobokan alam. Sesekali suara hewan, melonglong keras di keheningannya. Izrail mendekat ke tubuh firman yang bangkit duduk dari sujudnya. Raqib dan ‘atid sama- sama menutup lembaran- lembaran catatan amalnya.
Perlahan izrail melolos lepas ruh firman dari raganya. Mulai dari kaki, naik di lutut, naik di perut, naik di dada dan naik di kerongkongan. Dengan nafas tersengal- sengal lirih firman masih merapal menyebut asma-Nya. Jiwanya tenang, wajahnya cerah, seperti siap bertemu langsung dengan tuhan.
**************************
Bacaan tahlil menggema di ruang tengah rumah firman. Tergeletak jasad terbujur di antara orang-orang berpakaian hitam. Seorang tua renta terus mengusap wajah lelaki yang terbungkus kain kafan di hadapannya. Pias kesedihan tampak di mata tua renta itu. Mulutnya terus menggumam. Barangkali do’a untuk si anak yang telah pulang mendahuluinya.
Di balik kelambu tipis yang menutup wajah jasad tersebut, ada senyum tipis menyungging. Izrail, raqib dan ‘atid terbang meninggalkan rumah itu kembali kepada sang pemberi tugas. Purna sudah tugas ketiganya untuk makhluk atas nama firman. Senyum mengulum mengiringi kepergian mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar