Dewasa ini, kita berada dalam sebuah dunia yang disebut dengan dunia digital. Dunia di mana kecanggihan dan kemutakhiran Technology menjadi teman kita.
Coba bertanya pada setiap orang yang kita temui, bahkan pada siswa sekolah dasar sekalipun. Banyak dari mereka mengenal apa itu handphone, komputer, playstation, kamera digital maupun internet. Sejauh mata memandang, maka kita akan menemukan berderet- deret counter handphone, warung internet, studio digital dan gerai komputer di sepanjang pertokoan ataupun pusat perbelanjaan.
Demikian itu merupakan bukti kemajuan Technology, yang membawa kita pada sebuah dunia baru yang berbeda dengan dunia kita dahulu. Dunia di mana hanya mengenal surat untuk berkirim kabar, layar tancap untuk tontonan atau petak umpet untuk permainan. Bandingkan dengan sekarang. Kita hanya perlu beberapa detik untuk berkirim kabar melalui handphone, kita memiliki banyak pilihan untuk menonton, bisa melalui bioskop,CD, dan VCD, atau anak- anak kita bisa dimanjakan dengan permainan canggih bernama playstation. Semua benda tersebut adalah benda yang lahir dari dunia digital.
Berbeda dengan dunia dapur yang sering dilekatkan pada wanita dan dunia kerja yang dilekatkan pada pria, maka dunia digital bebas dari stigma atu cap kepada siapa dilekatkan. Artinya baik wanita maupun pria memiliki kekuasaan yang sama untuk bisa mengakses dan berpartisipasi dalam perkembangan dunia digital. Ketiadaan stigma dalam dunia digital, memberikan ruang yang lebar dan luas bagi wanita untuk melek Technology dan tidak gagap terhadap barang- barang yang muncul dari dunia digital tersebut.
Ingat kasus Prita mulyasari? Seorang wanita biasa yang mendadak menjadi pusat perhatian karena tulisannya. Kemelekannya terhadap dunia digital dalam hal ini diwakili oleh internet, mampu menggerakkan empati begitu banyak orang untuk mengulurkan koin- koin mereka dalam “ koin prita”, maupun menggerakkan nurani orang- orang sehingga tercipta gelombang demonstrasi menuntut kebebasannya.
Ingat juga cerita video Shinta dan Jojo ?. kemampuan mereka dalam menyerap kecanggihan Technology dunia digital, membawa mereka menjadi artis secara instan. Keisengan mereka mengunduh video lipsyinc di youtube berbuah tawaran- tawaran pada mereka yang menjadikan kantong mereka lebih tebal.
Wanita- wanita seperti prita mulyasari, Shinta dan jojo adalah sedikit wanita yang tidak hanya terpaku pada urusan dalam dunia dapur semata, tetapi juga terjun dalam dunia digital. Karena memang kondisi di era milenium di mana digitalisasi menjadi gaya hidup, menuntut semua orang tak terkecuali wanita bergerak keluar dari zona kebiasaan.
Jika wanita seperti RA Kartini yang dianggapsebgi tokoh emansipasi wanita mengungkapkan ide- ide, pemikiran dan kegelisahannya hanya melalui surat- surat yang dikirim kepada sahabat- sahabatnya, maka wanita- wanita pada zaman sekarang mampu menuangkannya melalui media yang jauh lebih canggih seperti internet. Wanita pada generasi sekarang dimudahakan untuk bisa menuangkan ide- ide dan gagasannya melalui media blogger, situs pertemanan maupun surat elektronik email.
Jadi jika seorang Kartini saja dengan keterbatasan sarana dan keadaan pada masanya mampu membuat perubahan, tentu saja kita para wanita Indonesia yang hidup pada zaman digital ini seharusnya mampu berbuat lebih banyak dalam perubahan dengan sarana dan Technology yang ada.
>>> karya ini diikutkan dalam lomba essai untuk memperingati hari kartini yang diadakan oleh hasfa publisher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar